BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan
lingkungan hidup semakin hari menunjukan peningkatan. Hal ini mengindikasikan
bahwa kebijakan lingkungan hidup belum berhasil. Eksploitasi sumberdaya alam
dan lingkungan hidup telah menyebabkan semakin buruknya kualitas lingkungan
sumberdaya alam, khususnya dalam masalah pengawasan dan pengembangan mekanisme
hidup. Hal ini disebabkan tidak konsistennya pelaksanaan manajemen lingkungan
hidup dan dan kelembagaannya.
Dengan memperhatikan
permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, pengelolaan di
bidang pelestarian lingkungan hidup mempunyai beberapa ciri khas, yaitu
tingginya potensi konflik, tingginya potensi ketidaktentuan (uncertainty), kurun waktu yang
sering cukup panjang antara kegiatan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan,
serta pemahaman masalah yang tidak mudah bagi masyarakat luas. Karena ciri-ciri
ini, usaha pelestarian akan selalu merupakan suatu usaha yang dinamis baik dari
segi tantangan yang dihadapi maupun jalan keluarnya.
Sehubungan dengan
permasalahan tersebut, Tap MPR RI Nomor VI/MPR/2002 antara lain
merekomendasikan untuk menerapkan prinsip-prinsip good environmental governance secara konsisten
dengan menegakkan prinsip-prinsip rule of law, transparansi, akuntabilitas dan
partisipasi masyarakat. Dalam hubungan ini, perlu diusahakan agar masyarakat
secara umum sadar dan mempunyai informasi yang cukup tentang masalah-masalah
yang dihadapi, dan mempunyai keberdayaan dalam berperan-serta pada proses
pengambilan keputusan demi kepentingan orang banyak. Sedangkan di sisi lainnya
diharapkan pemerintah daerah diharapakan lebih responsif terhadap kepentingan
masyarakat dan lingkungannya, sehingga perwujudan kepemerintahan yang baik
menghendaki keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah.
Sejalan dengan Otonomi
Daerah, pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan
peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta masyarakat
inilah yang dapat menjamin dinamisme dalam pengelolaan lingkungan sehingga
pengelolaan ini mampu menjawab tantangan tersebut diatas. Mekanisme peran serta
masyarakat perlu termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui
mekanisme demokrasi. Jadi dapat dikatakan bahwa salah satu strategi pengelolaan
lingkungan yang efektif di daerah dalam kerangka otonomi daerah adalah dengan
melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas yaitu,
1.
Bagaimanakah Kondisi Geografis Di Indonesia?
2. Bagaimanakah
Cara Pemerintah Dalam Menangani Kemiskinan Serta Menciptakan SDM Yang
Berkualitas?
3.
Bagaimanakah Peranan Pemerintah Dalam
Menerapkan Kebijakan Yang Dibuat Mengenai Pemanfaatan SDA?
C.
Tujuan
Adapun tujaun dari pembuatan
makalah ini yaitu,
4.
Untuk Mengetahui Kondisi Geografis Di Indonesia.
5.
Untuk Mengetahui
Cara Pemerintah Dalam Menangani Kemiskinan Serta Menciptakan SDM Yang
Berkualitas.
6.
Untuk Mengetahui Peranan Pemerintah Dalam
Menerapkan Kebijakan Yang Dibuat Mengenai Pemanfaatan SDA.
D.
Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan
makalah ini yaitu,
1.
Guna menambah wawasan dan pengetauan bagi para mahasiswa
mengenai ekosistem pemerintahan dalam penananganan masalah ekologi geografis,
SDM, ADA.
2.
Dapat bermanfaat dan memberikan informasi tentang bagaimana
proses proses penanganan dan penyelesaian masalah mengenai kondisi geografis,
SDM, SDA di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Geografis Di Indonesia
Kondisi
geografis negeri ini yang sangat rawan bencana sebetulnya telah menjadi
kesadaran umum terutama sejak bencana Tsunami Aceh. Hampir seluruh elemen
melakukan upaya-upaya menyikapi keadaan tersebut, baik dengan melakukan
kajian-kajian, melakukan pelatihan-pelatihan kebencanaan termasuk melakukan
upaya-upaya penanggulangan bencana oleh pemerintah maupun berbasis komunitas.
Walhasil, berbagai pelatihan di pelosok negeri termasuk simulasi dalam
menghadapi bencana dilakukan, terutama di daerah-daerah yang dianggap paling
rawan dengan bencana gempa-tsunami, salah satunya yang paling sering adalah
Provinsi Sumatera Barat. Pelatihan kesiapsiagaan bencana ini dilanjutkan sampai
pada tahap membangun kesiapsiagaan komunitas dengan membangun disaster alert
system yang berbasis budaya lokal. Lalu bermunculan berbagai hasil kajian
mengenai kerawanan bencana termasuk buku-buku penanganan bencana untuk
pengurangan resiko bencana.
Berkiblat kepada kurangnya manajemen
penanganan bencana terutama penanganan kondisi darurat pada waktu bencana
Tsunami Aceh, pemerintah terlihat serius menata managemen penanganan bencana,
bahkan saking seriusnya pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan regulasi yaitu
UU no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Suatu tindakan yang patut
diapresiasi terlebih hal tersebut dilatabelakangi oleh kesadaran pemerintah
bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis,
geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik
yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non-alam maupun faktor manusia yang
menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat
pembangunan nasional (lihat konsideran UU tersebut).
Tentu saja keadaan tersebut sangat
mengembirakan, minimal sebagai pertanda bahwa aparatur di negeri ini serius
menyiapkan diri dalam menanggulangi dan menangani bencana untuk mengurangi
resiko bencana. Artinya aparat di negeri ini serius belajar dari kesalahan dan
ketidakcakapan menangani bencana yang selama ini terjadi baik Tsunami Aceh,
gempa di Jogjakarta, dimana hal yang selalu terjadi dan sama adalah kelambanan
pemerintah melakukan tindakan penanganan bencana termasuk tindakan penanganan
darurat.
Hanya saja kegembiraan itu ternyata
berlaku sesaat, kesalahan yang sama dalam penanganan bencana terulang lagi.
Setelah sekian kali menangani bencana alam dalam skala kerusakan yang cukup
besar, ternyata pemerintah tidak mampu beranjak lebih maju dalam penanggulangan
bencana. Dalam penanganan gempa di Sumbar khusunya dalam penanganan darurat,
muncul permasalahan yang tidak jauh beda dengan penanganan bencana alam
sebelumnya. Permasalahan yang paling mencolok dan selalu terjadi adalah masalah
pengelolaan bantuan utamanya mengenai pendistribusian bantuan. Yang paling
sering terjadi adalah korban yang tidak kunjung mendapatkan bantuan sementara
bantuan menumpuk di posko bencana.
Fakta ini dapat dicermati dari beragam
testimoni korban di media massa yang mengungkapkan, betapa lambatnya
pendistribusian bantuan tersebut. Mereka menyatakan tidak mendapatkan bantuan
makanan, minuman dan perlengkapan mengungsi yang optimal. Walhasil, terjadi
tindakan penjarahan sebagai bentuk “protes” atas kelambanan distribusi bantuan.
Tanpa menafikan kerja-kerja penanganan darurat bencana yang dijalankan, dapat
dipastikan bahwa “kericuhan” tersebut berasal dari buruknya manajeman
penanganan bencana. Dalam penanganan darurat ini terkesan sangat tidak
sistematis. Akibatnya adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dari korban
bencana.
Bahkan yang sangat menyesakkan,
lambannya pendistribusian ini ternyata disebabkan oleh birokrasi yang dibuat
dalam sistem pendistribusiannya. Ketakutan tidak tepatnya pemberian bantuan
tersebut menjadi latar belakang adanya birokrasi yang dalam pengambilan bantuan
di posko logistik. Sekilas alasan itu sangat logis. Namun bila dikaitan dengan
kondisi yang ada, alasan itu menjadi tidak tepat. Ketepatan sasaran dari
pendistribusian bantuan ini adalah keniscayaan. Tetapi untuk menjamin
kepentingan tersebut, sepatutnya tidak dilakukan dengan pola membangun
birokrasi dadakan. Dalam situasi darurat, tentu saja birokrasi dadakan
ini akan menambah kacau situasi. Hasil akhirnya toh birokrasi
tersebut menghasilkan bantuan yang membusuk di posko-posko logistik, sementara
korban gempa tetap harus menerima nasib kekurangan kebutuhan dasar mereka.
Keadan ini tentu saja tidak akan
terjadi bila pemerintah secara serius menyiapkan diri untuk menangani bencana.
Dengan menyadari bahwa Indonesia rawan bencana seharusnya tidak cukup dengan
membuat Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana namun gagap dalam
implementasinya. Pemerintah seyogyanya melakukan tindakan-tindakan yang lebih
maju dalam penanganan bencana.
Untuk itu perlu adanya perencanaan
kontijensi yaitu suatu proses perencanaan ke depan dalam keadaan ketidakpastian
dimana skenario dan tujuan disepakati, tindakan manajerial dan teknis sudah
ditentukan, dan rancangan sistem tanggapan sudah diatur pelaksanaannya, guna
mencegah dan menanggapi keadaan darurat. Perencanaan ini setidaknya dapat
menyiapkan sebuah rencana respon yang cepat dan tepat dalam situasi darurat
bencana, sehingga tidak lagi terjadi kebingungan dan kekacauan serta
kebijakan-kebijakan yang dibuat mendadak. Alih-alih meringankan korban, yang
ada korban bencana tetap menderita dan bantuan logistik membusuk di posko-posko
logistik. Parahnya, kejadian ini terjadi secara berulang dalam setiap
penanganan bencana. Kalau keledai saja tidak mau terjerumus ke dalam lubang
yang sama untuk kedua kalinya, lalu haruskah bangsa ini selalu berkutat dengan
kesalahan yang sama dalam penanganan bencana.
B.
Cara Pemerintah Dalam Menangani
Kemiskanan Serta Menciptakan SDM Yang Berkualitas
Besarnya dana untuk menangani
kemiskinan adalah sebuah hal yang positif. Dengan dana yang semakin besar,
jumlah penduduk yang bisa dijangkau akan semakin banyak dan kualitasnya bisa
ditingkatkan. Namun, besarnya dana juga mesti diikuti dengan kualitas sumber
daya manusia yang menangani kemiskinan. Penulis menyebut hal ini dengan
penanganan kemiskinan berbasis sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang berkualitas
dalam menangani kemiskinan akan membantu mempercepat penangan kemiskinan.
Hambatan besaran dana bukanlah suatu hal yang dipermasalahkan selama sumber
daya manusia yang menanganinya berperan optimal, karena dengan sumber daya
manusia yang berperan optimal, diharapkan pengaruhnya kepada orang miskin pun
juga jauh lebih besar dan bermanfaat.
Untuk mendapatkan sumber daya manusia
yang tepat untuk menangani kemiskinan, salah satunya adalah dengan melakukan
rekrutmen yang berkualitas dan diikuti dengan penempatan yang tepat. Jika
pemerintah sangat serius untuk menangani kemiskinan melalui peran aparatur
negara, maka sudah selayaknya pemerintah mengoptimalkan potensi para aparatur
negara pada posisi yang tepat. Jangan sampai aparatur yang ditempatkan selama
ini ternyata tidak cocok potensinya bekerja di bagian yang menangani
kemiskinan. Pekerjaan menangani kemiskinan harus dilihat sebagai pekerjaan yang
profesional dan bukan kerja sosial semata.
Pekerjaan menangani kemiskinan memiliki
kriteria tertentu, misalnya saja dilihat dari segi inteligensi, minat dan
kepribadian orang yang akan bekerja di sektor yang terkait dengan penanganan
kemiskinan. Individu yang memiliki minat sosial yang sedang atau tinggi
misalnya, dapat memenuhi kriteria ini. Sementara individu dengan kepribadian
tabah, senang bergaul bisa memenuhi kriteria.
Karakter pekerjaan perlu dirumuskan
terlebih dahulu untuk berbagai posisi pekerjaan yang terkait dengan penanganan
kemiskinan. Setelah itu dirumuskan karakter individu yang akan menempati posisi
yang telah ditentukan. Kemudian dilihat kesesuian antara karakter pekerjaan
dengan karakter individu. Jika terjadi kesesuaian, maka individu bisa menempati
posisi yang telah ditentukan.
Dengan mempersiapkan sumber daya
manusia yang direkrut melalui proses rekrutmen yang baik, maka individu
tersebut selanjutnya menjalani pelatihan, pengembangan dan penempatan. Dengan
demikian, sumber daya manusia yang handal telah dipersiapkan untuk menangani
kemiskinan yang merupakan proyek besar dan membutuhkan kerja keras dan juga
berbagai inovasi.
Disamping itu, atas keprofesionalannya
dalam bekerja maka para aparat perlu mendapat gaji dan tunjangan yang baik.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang loyal kepada kami dalam pekerjaan,
dan dia tidak memiliki rumah; atau tidak memiliki istri, maka hendaklah dia
menikah, atau tidak memiliki pembantu, hendaklah dia mengambil pembantu; atau
tidak memiliki kendaraan, hendaklah dia mengambil kendaraan; dan barangsiapa
yang mendapatkan sesuatu selain hal tersebut, maka dia korupsi (HR Ahmad dalam
Al Musnad, hadits no. 175554, 175556, 175558, HR Abu Dawud dalam
As-Sunan,hadits no. 2945). Hadits Rasulullah tentang upah ini membicarakan upah
untuk mereka yang bekerja di lembaga negara (Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi,
Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab) dimana perlu ada sebuah standar kecukupan
untuk mereka agar bisa bekerja optimal dan amanah.
Sementara, bagi masyarakat miskin,
sebenarnya mereka pun memiliki potensi. Namun biasanya terkendala dana.
Masyarakat miskin sangat banyak yang melakukan wirausaha, namun pendapatan
mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Adapun
anak-anak mereka, di antaranya ada yang memiliki kecerdasan tinggi tapi tidak
bisa melanjutkan sekolah karena kendala dana.
Untuk anak-anak orang miskin yang
memiliki kecerdasan tinggi, maka pemerintah seharusnya memberikan beasiswa
penuh untuk membiayai pendidikan mereka. Dengan demikian, orang tua mereka
tidak terbebani dengan biaya pendidikan anaknya. Sementara bagi orang miskin
yang anaknya memiliki kecerdasan rata-rata ataupun di bawah itu, pemerintah
tetap perlu memberi bantuan yang dapat meringankan beban orang tua.
Sementara bagi orang tua, kemiskinan
yang ada pada diri mereka, meskipun telah berusaha berwirausaha maupun bekerja,
kiranya pemerintah bisa mengadakan semacam asesmen untuk mengetahui potensi
mereka yang bisa dikembangkan. Selama ini orang miskin banyak yang tidak tahu
potensi yang ada dalam diri mereka, sehingga mereka pun tidak tahu ke arah mana
melakukan pemberdayaan potensi yang dimiliki.
Pemerintah selama ini telah memberikan
bantuan kepada orang miskin berupa bantuan langsung tunai, bantuan pendidikan,
bantuan kesehatan, bantuan modal usaha dan lainnya. Namun belum memberikan
bantuan berupa pengenalan potensi yang dimiliki orang miskin.
C.
Peranan Pemerintah Dalam Menerapkan Kebijakan Yang Dibuat Mengenai
Pemanfaatan SDA
Pemanfaatan SDA secara berlebihan tanpa
memperhatikan aspek pelestariannya dapat meningkatkan tekanan-tekanan terhadap
kualitas lingkungan hidup yang pada akahirnya akan mengancam swasembada atau
kecukupan pangan semua penduduk di Indonesia. Oleh karena peran pemerintah
dalam memberikan kebjakan tentang peraturan pengelolaan SDA menjadi hal yang
penting sebagai langkah menjaga SDA yang berkelanjutan.
Kebijakan yang di buat oleh pemerintah
tidak hanya ditetapkan untuk dilaksanakan masyarakat tanpa pengawasan lebih
lanjut dari pemerintah. Pemerintah memiliki peran agar kebijakan tersebut
diterapkan sebagaimana mestinya oleh masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam
bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas
dari pemerintah pusat kepada daerah:
- Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
- Memerlukan peranan lokal dalam mendesain kebijakan.
- Membangun hubungan interdependensi antar daerah.
- Menetapkan pendekatan kewilayahan.
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi
pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan
Lingkungan Hidup lebih diprioritaskan di Daerah, maka kebijakan nasional dalam
bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang
disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu
mencakup :
Ø Program Pengembangaan dan Peningkatan
Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh
dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas
sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta
penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini
adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup,
baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan
lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
Ø Program Peningkatan Efektifitas
Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga
keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup
hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini
adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku
industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah
terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan
sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
Ø Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan
dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan
kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran
lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan
sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi.
Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih
dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat
sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
Ø Program Penataan Kelembagaan dan
Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk
mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan,
serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan
pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini
adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup
yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta
terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
Ø Progam Peningkatan Peranan Masyarakat
dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk
meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran
program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai
pengawasan.
Dari penjelasan di atas sebaiknya peran
pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan (legislatif) dan pengontrol
saja, tetapi ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan pemerintah :
Ø Melakukan pembaharuan teknologi yang
ramah lingkungan, dengan mendukung serta memberikan dana bagi institusi atai
individu yang melakukan pembaharuan teknologi tersebut. Misalnya teknologi
Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
- Mengajak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA untuk ikut serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan corporate sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap eksploitasi SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan melakukan CSR.
- Mengkampayekan Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada tempatnya, tentunya dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang levelitas).
- Mensosialisasikan dengan tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
- Meningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti pengetahuan serta keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program CSR.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas maka penulis menarik kesimpulan yaitu,
1. Negara
Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan
demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh
faktor alam, faktor non-alam maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional
(lihat konsideran UU tersebut).
2. Untuk
mendapatkan sumber daya manusia yang tepat untuk menangani kemiskinan, salah
satunya adalah dengan melakukan rekrutmen yang berkualitas dan diikuti dengan
penempatan yang tepat.
3. Pemanfaatan
SDA secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek pelestariannya dapat
meningkatkan tekanan-tekanan terhadap kualitas lingkungan hidup yang pada
akahirnya akan mengancam swasembada atau kecukupan pangan semua penduduk di
Indonesia.
B.
Saran
Adapun
saran penulis dalam penulisan makalah ini yaitu,
Dari
ketika aspek yaitu Ekologi Geografis, SDM dan SDA yang paling dominan rawan
terjadi konflik yaitu dalam pemanfaatan SDA. Dimana melihat apa yang terjadi
sekarang ini banyak ketimpangan-ketimapang yang dilakukan oleh pengelolah SDA
tersebut, olehnya pemerintah harus benar-benar konsisten dengan apa yang
menjadi kebijakannya dan harap kebijakan itu jangan dijadikan sebagai tameng
untuk melindungi diri hal yang dapat merugikan masyarakat atau rakyat Indonesia
secara universal.
DAFTAR
PUSTAKA
Tugas Makalah Pengganti
Final
Mata Kuliah Ekologi Pemerintahan
EKOSISTEM PEMERINTAHAN DALAM PENANGANAN MASALAH EKOLOGI
GEOGRAFIS, SDM, SDA
OLEH .
KISWAN
20908029
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah menganugerahkan rahmat, karunia serta ridha-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah tentang ”Ekosistem Pemerintahan Dalam Penanganan
Masalah Ekologi Geografis, SDM, SDA”. Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas dari mata kuliah Ekologi Pemerintahan. makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang kemudian bermamfaat bagi kita.
Selama mengerjakan tugas
makalah ini, Saya telah banyak menerima bimbingan dan saran-saran dari berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang
setulusnya kepada:
1. Dosen pembimbing yang telah memberikan
kami pengarahan, nasihat dalam pembuatan makalah ini.
2. Orang tua yang telah memberikan dorongan
dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
3. Rekan-rekan serta semua pihak yang tidak
dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah membantu penyusun dalam
pembuatan makalah ini.
Akhirnya penyusun berharap
karya tulis ini dapat berguna dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan di masa-masa mendatang.
Atas perhatiannya penyusun ucapkan terima kasih.
Kendari,
Oktober 2012
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................ 2
C.
Tujuan.............................................................................................. 3
D.
Manfaat............................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Kondisi
Geografis Di Indonesia...................................................... 4
B. Cara Pemerintah Dalam Menangani
Kemiskanan
Serta Menciptakan SDM Yang Berkualitas..................................... 7
C.
Peranan Pemerintah Dalam
Menerapkan Kebijakan
Yang Dibuat Mengenai Pemanfaatan
SDA .................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 15
B. Saran................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar